A. KOLOM
I. Pendahuluan
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari
balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan
penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan
lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang
bersangkutan dan juga runtuh total (total collapse) seluruh struktur
(Sudarmoko, 1996). SK SNI T-15-1991-03 mendefinisikan kolom adalah komponen
struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal
dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral
terkecil. Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi.
Bila diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan sebuah
bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan berat bangunan
dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-barang), serta beban
hembusan angin. Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah
roboh. Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan
beban yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom
didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya. Kesimpulannya, sebuah bangunan
akan aman dari kerusakan bila besar dan jenis pondasinya sesuai dengan
perhitungan. Namun, kondisi tanah pun harus benar-benar sudah mampu menerima
beban dari pondasi. Kolom menerima beban dan meneruskannya ke pondasi, karena
itu pondasinya juga harus kuat, terutama untuk konstruksi rumah bertingkat,
harus diperiksa kedalaman tanah kerasnya agar bila tanah ambles atau terjadi
gempa tidak mudah roboh. Struktur dalam kolom dibuat dari besi dan beton.
Keduanya merupakan gabungan antara material yang tahan tarikan dan tekanan.
Besi adalah material yang tahan tarikan, sedangkan beton adalah material yang
tahan tekanan. sloof dan balok bisa menahan gaya tekan dan gaya tarik pada
bangunan.
II. Jenis-jenis Kolom
Menurut Wang (1986) dan Ferguson (1986) jenis-jenis kolom ada tiga:
1. Kolom ikat (tie column)
2. Kolom spiral (spiral column)
3. Kolom komposit (composite column)
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan dipohusodo, 1994) ada tiga jenis
kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom brton
yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada jarak spasi
tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan ini
berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh pada
tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya
saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang
dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi dari
tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap deformasi cukup
besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya kehancuran seluruh
struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan terwujud.
3. Struktur kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa
diberi batang tulangan pokok memanjang.
Untuk kolom pada bangunan sederhan bentuk kolom ada dua jenis yaitu kolom utama
dan kolom praktis.
• Kolom Utama
Yang dimaksud dengan kolom utama adalah kolom yang fungsi utamanya menyanggah
beban utama yang berada diatasnya. Untuk rumah tinggal disarankan jarak kolom
utama adalah 3.5 m, agar dimensi balok untuk menompang lantai tidak tidak
begitu besar, dan apabila jarak antara kolom dibuat lebih dari 3.5 meter, maka
struktur bangunan harus dihitung. Sedangkan dimensi kolom utama untuk bangunan
rumah tinggal lantai 2 biasanya dipakai ukuran 20/20, dengan tulangan pokok
8d12mm, dan begel d 8-10cm ( 8 d 12 maksudnya jumlah besi beton diameter 12mm 8
buah, 8 – 10 cm maksudnya begel diameter 8 dengan jarak 10 cm).
• Kolom Praktis
Adalah kolom yang berpungsi membantu kolom utama dan juga sebagai pengikat
dinding agar dinding stabil, jarak kolom maksimum 3,5 meter, atau pada
pertemuan pasangan bata, (sudut-sudut). Dimensi kolom praktis 15/15 dengan
tulangan beton 4 d 10 begel d 8-20.
Letak kolom dalam konstruksi. Kolom portal harus dibuat terus menerus dari
lantai bawah sampai lantai atas, artinya letak kolom-kolom portal tidak boleh
digeser pada tiap lantai, karena hal ini akan menghilangkan sifat kekakuan dari
struktur rangka portalnya. Jadi harus dihindarkan denah kolom portal yang tidak
sama untuk tiap-tiap lapis lantai. Ukuran kolom makin ke atas boleh makin
kecil, sesuai dengan beban bangunan yang didukungnya makin ke atas juga makin
kecil. Perubahan dimensi kolom harus dilakukan pada lapis lantai, agar pada
suatu lajur kolom mempunyai kekakuan yang sama. Prinsip penerusan gaya pada
kolom pondasi adalah balok portal merangkai kolom-kolom menjadi satu kesatuan.
Balok menerima seluruh beban dari plat lantai dan meneruskan ke kolom-kolom
pendukung. Hubungan balok dan kolom adalah jepit-jepit, yaitu suatu sistem
dukungan yang dapat menahan momen, gaya vertikal dan gaya horisontal. Untuk
menambah kekakuan balok, di bagian pangkal pada pertemuan dengan kolom, boleh
ditambah tebalnya.
III. Dasar- dasar Perhitungan
Menurut SNI-03-2847-2002 ada empat ketentuen terkait perhitungan kolom:
1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja
pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban
terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau.
Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban
aksial juga harus diperhitungkan.
2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya beban tak
seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau dalam harus
diperhitungkan. Demilkian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab
lainnya juga harus diperhitungkan.
3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom,
ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap jepit, selama ujung-ujung tersebut
menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.
4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan
kekakuan relative kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekekangan pada ujung
kolom.
Adapun dasar-dasar perhitungannya sebagai berikut:
1. Kuat perlu
2. Kuat rancang
IV. Pekerjaan Kolom
Prosesnya adalah sebagai berikut :
1. Pekerjaan lantai kerja dan beton decking.
Lantai kerja dibuat setelah dihamparkan pasir dengan ketebalan yang cukup
sesuai gambar dan spesifikasi. Digunakan beton decking untuk menjaga posisi
tulangan dan memberikan selimut beton yang cukup.
2. Pekerjaan pembesian.
Fabrikasi pembesian dilakukan di tempat fabrikasi, setelah lantai kerja siap
maka besi tulangan yang telah terfabrikasi siap dipasang dan dirangkai di
lokasi. Pembesian pile cap dilakukan terlebih dahulu, setelah itu diikuti
dengan pembesian sloof. Panjang penjangkaran dipasang 30 x diameter tulangan
utama.
3. Pekerjaan bekisting.
Bekisting dibuat dari multiplex 9 mm yang diperkuat dengan kayu usuk 4/6 dan
diberi skur-skur penahan agar tidak mudah roboh. Jika perlu maka dipasang tie
rod untuk menjaga kestabilan posisi bekisting saat pengecoran.
4. Pekerjaan kontrol kualitas.
Sebelum dilakukan pengecoran, perlu dilakukan kontrol kualitas yang terdiri
atas dua tahap yaitu :
1. Sebelum pengecoran.
Sebelum pengecoran dilakukan kontrol kualitas terhadap :
• Posisi dan kondisi bekisting.
• Posisi dan penempatan pembesian.
• Jarak antar tulangan.
• Panjang penjangkaran.
• Ketebalan beton decking.
• Ukuran baja tulangan yang digunakan.
• Posisi penempatan water stop
2. Pada saat pengecoran.
Pada saat berlangsungnya pengecoran, campuran dari concrete mixer truck diambil
sampelnya. Sampel diambil menurut ketentuan yang tercantum dalam spesifikasi.
Pekerjaan kontrol kualitas ini akan dilakukan bersama-sama dengan konsultan
pengawas untuk selanjutnya dibuat berita acara pengesahan kontrol kualitas.
5. Pekerjaan pengecoran.
Pengecoran dilakukan secara langsung dan menyeluruh yaitu dengan menggunakan
Concrete Pump Truck. Pengecoran yang berhubungan dengan sambungan selalu
didahului dengan penggunaan bahan Bonding Agent.
6. Pekerjaan curing
Curing dilakukan sehari ( 24 jam ) setelah pengecoran selesai dilakukan dengan
dibasahi air dan dijaga/dikontrol untuk tetap dalam keadaan basah.
Jadi, untuk kolom pada bangunan berlantai 2 atau lebih, di butuhkan kolom yang
kuat dan kokoh sebagai dasar penopang beban yang besar dari atas, kolom yang
baik untuk bangunan ini adalah dengan ukuran 30/40 atau 40/40 ke atas. Ukuran
kolom ini disesuaikan dengan kebutuhan pada beban bangunan.
B. BALOK
Balok untuk bangunan berlantai 2
Agar dalam penggambaran konstruksi beton bertulang untuk balok sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
terkandung dalam konstruksi beton bertulang.
Menggambar penulangan balok agak sedikit berbeda dengan menggambar penulangan
pelat atap/lantai, karena dalam menggambar penulangan balok, tulangannya harus
dibuka satu persatu ( harus digambarkan bukaan tulangan) agar kelihatan jelas
susunan tulangan-tulangan yang digunakan dan bentuknya.
Tulangan yang dipilih luasnya harus desuai dengan luas tulangan yang dibutuhkan
serta memenuhi persyaratan konstruksi beton bertulang.
• Setiap sudut balok harus ada 1 (satu) batang tulangan sepanjang balok
• Diameter tulangan pokok minimal Ø 12 mm
• Jarak pusat ke pusat (sumbu ke sumbu) tulangan pokok maksimal 15 cm dan jarak
bersih 3 cm pada bagian-bagian yang memikul momen maksimal.
• Hindarkan pemasangan tulangan dalam 2 (dua) lapis untuk tulangan pokok.
• Jika jarak tulangan atas dan tulangan bawah (tulangan pokok) dibagian samping
lebih dari 30 cm, harus dipasang tulangan ekstra (montage)
• Tulangan ekstra (montage) untuk balok tinggi (untuk balok yang tingginya 90
cm atau lebih luasnya minimal 10 % luas tulangan pokok tarik yang terbesar
dengan diameter minimal 8 mm untuk baja lunak dan 6 mm untuk baja keras
Selimut beton (beton deking) pada balok minimal untuk kontruksi
• Di dalam : 2.0 cm
• Di luar : 2.5 cm
• Tidak kelihatan : 3.0 cm
Apabila tegangan geser beton yang bekerja lebih kecil dari tegangan geser beton
yang diijinkan, jarak sengkang / beugel dapat diatur menurut peraturan beton
dengan jarak masimal selebar balok dalam segala hal tidak boleh lebih dari 30
cm.
Jika tegangan geser beton yang bekerja lebih besar dari tegangan geser beton
yang diijinkan, maka untuk memikul / menahan tegangan yang bekerja tersebut ada
2 (dua) cara:
• Tegangan geser yang bekerja tersebut seluruhnya (100 %) dapat ditahan/dipikul
oleh sengkang-sengkang atau oleh tulangan serong / miring sesuai dengan
perhitungan yang berlaku.
• Apabila tegangan geser yang bekerja tersebut ditahan / dipikul oleh kombinasi
dari sengkang-sengkang dan tulangan serong / miring (sengkang-sengkang dipasang
bersama-sama dengan tulangan serong / miring atau dengan kata lain sengkang
bekerjasama dengan tulangan serong), maka 50 % dari tegangan yang bekerja
tersebut harus dipikul / ditahan oleh sengkang-sengkang dan sisinya ditahan /
dipikul oleh tulangan serong/miring.
Tulangan tumpuan harus dipasang simetris (tulangan tumpuan bawah harus dipasang
minimal sama dengan tulangan tumpuan atas).
Kolom untuk bangunan lantai 2
Yang perlu mendapatkan perhatian dalm menggambar penulangan kolom antara lain:
• Penyambungan kolom di atas balok atau sloof
• Seperempat tinggi kolom jarak sengkang lebih rapat dari pada bagian tengah
kolom
• Lebar kolom lebih dari 30 cm diberi tulangan tambahan di tengah-tengah lebar
• Minimal tulangan pokok kolom menggunakan diameter 12 mm
C. DINDING
1. Pengertian Dinding
Dinding merupakan salah satu elemen bangunan yang berfungsi memisahkan/
membentuk ruang. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang
berupa dinding partisi/ pengisi (tidak menahan beban) dan ada yang berupa
dinding struktural (bearing wall). Dinding pengisi/ partisi yang sifatnya non
struktural harus diperkuat dengan rangka (untuk kayu) dan kolom
praktis-sloof-ringbalk (untuk bata). Dinding dapat dibuat dari bermacam-macam
material sesuai kebutuhannya, antara lain :
a. Dinding batu buatan : bata dan batako
b. Dinding batu alam/ batu kali
c. Dinding kayu: kayu log/ batang, papan dan sirap
d. Dinding beton (struktural – dinding geser, pengisi – clayding wall/ beton
pra cetak)
Dinding yang digunakan untuk bangunan berlantai 2 atau lebih sebaiknya
menggunakan dinding struktrural, di mana dinding tersebut menerima beban dari
beban di atasnya. Mengapa di pilih dinding struktural, ini di karenakan dinding
struktural membantu kolom untuk menerima beban yang besar dari bangunan
berlantai 2 atau lebih, sehingga keamanan dan kenyaman dari bangunan tersebut
terjaga. Namun untuk efisiensi biaya dan waktu, dinding non-struktural juga
dapat di gunakan, namun biasanya maks. Hanya untuk bangunan berlantai 2. Jika
lebih dari bangunan berlantai 2, maka kekuatan kolom harus di perbesar.
2. Bahan - Bahan Dinding
A. DINDING BATA
Dinding bata merah terbuat dari tanah liat/ lempung yang dibakar. Untuk dapat
digunakan sebagai bahan bangunan yang aman maka pengolahannya harus memenuhi
standar peraturan bahan bangunan Indonesia NI-3 dan NI-10 (peraturan bata
merah). Dinding dari pasangan bata dapat dibuat dengan ketebalan 1/2 batu (non
struktural) dan min. 1 batu (struktural). Dinding pengisi dari pasangan bata 1/
2 batu harus diperkuat dengan kolom praktis, sloof/ rollag, dan ringbalk yang
berfungsi untuk mengikat pasangan bata dan menahan/ menyalurkan beban
struktural pada bangunan agar tidak mengenai pasangan dinding bata tsb.
Pengerjaan dinding pasangan bata dan plesterannya harus sesuai dengan
syarat-syarat yang ada, baik dari campuran plesterannya maupun teknik
pengerjaannya. (Materi Pasangan Bata)
B. DINDING BATAKO
Batako merupakan material untuk dinding yang terbuat dari batu buatan/ cetak
yang tidak dibakar. Terdiri dari campuran tras, kapur (5 : 1), kadang – kadang
ditambah PC. Karena dimensinya lebih besar dari bata merah, penggunaan batako
pada bangunan bisa menghemat plesteran 75%, berat tembok 50% - beban pondasi
berkurang. Selain itu apabila dicetak dan diolah dengan kualitas yang baik,
dinding batako tidak memerlukan plesteran+acian lagi untuk finishing.
Prinsip pengerjaan dinding batako hampir sama dengan dinding dari pasangan
bata,antara lain:
1. Batako harus disimpan dalam keadaan kering dan terlindung dari hujan.
2. Pada saat pemasangan dinding, tidak perlu dibasahi terlebih dahulu dan tidak
boleh direndam dengan air.
3. Pemotongan batako menggunakan palu dan tatah, setelah itu dipatahkan pada kayu/
batu yang lancip.
4. Pemasangan batako dimulai dari ujung-ujung, sudut pertemuan dan berakhir di
tengah – tengah.
5. Dinding batako juga memerlukan penguat/ rangka pengkaku terdiri dari kolom
dan balok beton bertulang yang dicor dalam lubang-lubang batako. Perkuatan
dipasang pada sudut-sudut, pertemuan dan persilangan.
C. DINDING KAYU LOG/ BATANG TERSUSUN
Kontruksi dinding seperti ini umumnya ditemui pada rumah-rumah tradisional di
eropa timur. Terdiri dari susunan batang kayu bulat atau balok. Sistem
konstruksi seperti ini tidak memerlukan rangka penguat/ pengikat lagi karena
sudah merupakan dinding struktural.
D. DINDING PAPAN
Dinding papan biasanya digunakan pada bangunan konstruksi rangka kayu. Papan
digunakan untuk dinding eksterior maupun interior, dengan sistem pemasangan
horizontal dan vertikal. Konstruksi papan dipaku/ diskrup pada rangka kayu
horizontal dan vertikal dengan jarak sekitar 1 meter (panjang papan di pasaran
± 2 m, tebal/ lebar beraneka ragam : 2/ 16, 2/20, 3/ 25, dll). Pemasangan
dinding papan harus memperhatikan sambungan/ hubungan antar papan (tanpa celah)
agar air hujan tidak masuk. Selain itu juga harus memperhatikan sifat kayu yang
bisa mengalami muai dan susut.
E. DINDING SIRAP
Dinding sirap untuk bangunan kayu merupakan material yang paling baik dalam
penyesuaian terhadap susut dan muai. Selain itu juga memberikan perlindungan
yang baik terhadap iklim, tahan lama dan tidak membutuhkan perawatan.
Konstruksi dinding sirap dapat dipaku (paku kepala datar ukuran 1”) pada papan
atau reng, dengan 2 – 4 lapis tergantung kualitas sirap. (panjang sirap ± 55 –
60 cm).
F. DINDING BATU ALAM
Dinding batu alam biasanya terbuat dari batu kali utuh atau pecahan batu cadas.
Prinsip pemasangannya hampir sama dengan batu bata, dimana siar vertikal harus
dipasang selang-seling. Untuk menyatukan batu diberi adukan (campuran 1 kapur :
1 tras untuk bagian dinding dibawah permukaan tanah, dan ½ PC : 1 kapur : 6
pasir untuk bagian dinding di atas permukaan tanah). Dinding dari batu alam
umumnya memiliki ketebalan min. 30 cm, sehingga sudah cukup kuat tanpa kolom
praktis, hanya diperlukan.